Minggu, 02 Desember 2012

Pengaruh Pemberian Glukosa terhadap Kemampuan Gerak (Motor Ability) Siswa SMP Negeri 28 Surabaya



Tim Peneliti:

Felayanti
Andari Tri Meineni
Tulus Eka Suliadi

Dibiayai melalui DIPA UNESA
Nomor: 0635/023-04.2.16/15/2011 Tanggal 30 Maret 2011


LEMBAGA PENELITIAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
TAHUN ANGGARAN 2011
HALAMAN PENGESAHAN
 PENELITIAN MAHASISWA DIPA LEMLIT UNESA

1.      Judul Penelitian                                    :    Pengaruh Pemberian Glukosa
                terhadap Kemampuan Gerak
                (Motor Ability) Siswa SMP Negeri
                28 Surabaya
2.      Kategori Penelitian                               :    Evaluasi
a.       Bidang Kajian                               :    Kesehatan Olahraga

3.      Ketua Peneliti
a.       Nama Lengkap                         :    Felayanti
b.      Jenis Kelamin                           :    Perempuan
c.       NIM                                          :    076464011
d.      Fakultas/ Jurusan                      :    FIK / Pendidikan Olahraga
e.       Semester                                   :    8
f.       Angkatan Tahun                       :    2007
g.      Alamat Indekos                        :    Lidah Wetan GG. 5 No.14
h.      Telp indekost                            :    -
i.        Alamat Rumah (Orang Tua)     :    Ds. Pademawu Pamekasan Madura
j.        Telp Rumah (Orang Tua)          :    -
k.      No. HP / Email Ketua Peneliti :    085655176703
4.      Jumlah Anggota Peneliti
a.       Nama Anggota Peneliti I          :    Andari Tri Meineni
b.      Nama Anggota Peneliti II        :    Tulus Eka Suliadi
5.      Lokasi Penelitian                                  :    SMPN 28 Surabaya
6.      Jangka Waktu Penelitian                      :    1 Bulan
7.      Biaya Penelitian                                    :    Rp. 3.000.000,00
                                                                            Surabaya, 19 Oktober  2011
Mengetahui,                                                       
Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan                   Peneliti

Dr. Agus Hariyanto,M.Kes                                Felayanti
NIP.  196708161992031002                              NIM. 076464011
                                                              Menyetujui,
                                                  Ketua Lembaga Penelitian
                                                Universitas Negeri Surabaya


                                        Prof. Dr. H. Bambang Yulianto, M.Pd
                                                NIP. 19600705198703 1003

 BAB I
PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan beberapa hal yang berkaitan dengan perumusan penelitian, diantaranya: A) Latar belakang, B) Rumusan Masalah, C) Tujuan Penelitian, D) Manfaat Penelitian, E) Asumsi, Definisi Operasional dan Batasan Masalah. Sebagai berikut pembahasannya:
A.      Latar Belakang
Gerak merupakan peranan yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Sejak bayi, kanak-kanak hingga dewasa perkembangan gerak sangat mempengaruhi perkembangan secara keseluruhan baik fisik, intelektual, sosial dan emosional. Sementara itu kemajuan teknologi membawa dampak perubahan yang sangat besar terhadap perubahan sikap hidup manusia dari banyak gerak menjadi lebih diam atau sedikit gerak. Hal ini memungkinkan terjadinya proses gangguan metabolisme tubuh sehingga terjadi penurunan kebugaran jasmani, kesehatan, keterampilan dan akan mempengaruhi kapasitas, kreativitas dan kecerdasan yang nantinya akan menimbulkan penyakit hipokinetik yaitu penyakit yang timbul karena kurang gerak seperti jantung koroner, hipertensi, obesitas, kecemasan dan depresi, Lower Back Pain, persendian dan tulang.
1
Gerak adalah sesuatu yang esensial dalam kehidupan setiap orang. Menurut Kiram (1992: 48) gerak diartikan sebagai perubahan tempat, posisi dan kecepatan tubuh atau bagian dari tubuh manusia yang terjadi dalam suatu dimensi ruang dan waktu yang dapat diamati secara obyektif. Misalnya perubahan posisi dan kecepatan tubuh atau bagian tubuh dalam lompat, berjalan, berlari, berenang. Karena gerak dan motorik sering terjadi kerancuan makna maka, motorik lebih tepat diHakikatkan sebagai kapasitas dari seseorang yang berkaitan dengan pelaksanaan dan peragaan suatu keterampilan yang relatif melekat setelah anak-anak.
Menurut Gabbard, Le Blanc, dan Lowy (dalam Nurhasan, 2005: 12) lebih mengutamakan antara umur atau terminal perkembangan, tahap penguasaan perbuatan dan perbuatan karakteristik yang dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 1.1
 Tahap Laku Gerak (Motor Behavior)

TERMINAL
TAHAP
CONTOH LAKU KARAKTERISTIK
Masa anak-anak
(0-2 tahun)
Gerak tidak sempurna
Berguling, duduk merayap, merangkak, berdiri, berjalan dan memegang.

Masa anak-anak awal
(2 -7 tahun)
Gerak dasar (dan pemahaman esensi)
Lokomotor, non lokomotor, manipulasi dan kesadaran gerak.
Masa anak-anak tengah bagian akhir (8-12 tahun)
Khusus (khas)
Penghalusan keterampilan gerak dan penyadaran gerak; menggunakan dasar gerak dalam tari tertentu, permainan atau olahraga, senam dan kegiatan olahraga air.
Masa remaja dan masa dewasa (12-dewasa)
Spesialisasi
Bersifat rekreasi atau kompetitif.
              
Gerak merupakan suatu kebutuhan yang harus dipelajari pada saat anak usia sekolah dasar karena akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan, mengingat hal tersebut akan dibutuhkan untuk perkembangan  gerak yang sangat penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada perkembangan selanjutnya. Umumnya anak berusia 12-16 tahun pada masa ini akan melanjutkan keterampilan gerak dasar yang telah didapat sebelumnya sehingga karakteristik dan kemampuan anak-anak yang mengarah pada aspek edukatif yang menumbuhkan rasa senang dalam berolahraga, mengembangkan kapasitas fisik secara menyeluruh, memberikan pengalaman gerak yang bermacam-macam agar anak memiliki perbendaharaan gerak yang lengkap dan beragam terutama dalam bentuk-bentuk permainan, selain itu dapat juga mengajar keterampilan dasar/teknik dasar dan tidak kalah pentingnya juga dapat menanamkan kebiasaan dan sikap mental yang baik (disiplin, tekun, semangat, keberanian, berkosentrasi dan kejujuran). Dengan demikian, anak yang mengalami  kematangan  gerak dasar  yang baik akan lebih senang melakukan kegiatan yang melibatkan gerak badannya. Sedangkan kematangan gerak dasar yang kurang akan lebih senang melakukan kegiatan yang sedikit melibatkan aktivitas geraknya.
 Batasan Pendidikan Jasmani menurut UNESCO dalam  “International Charter Of  Physical Education And Sport” dalam Harsuki (2003: 27-28) dijelaskan bahwa pendidikan jasmani adalah satu proses pendidikan seseorang sebagai individu atau anggota  masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani dalam rangka meningkatkan kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan kecerdasan dan pembentukan watak. Di dalam intensifikasi penyelenggaraan pendidikan sebagai suatu proses pembinaan pendidikan jasmani sangat penting memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat langsung dalam aneka pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani.
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (Penjasorkes) merupakan satu-satunya mata pelajaran di sekolah yang menggunakan gerak sebagai media pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Jelas sekali bahwa gerak merupakan kunci dari pendidikan jasmani dan olahraga.
Tujuan pendidikan jasmani seperti yang dijelaskan di atas salah satunya mengembangkan keterampilah gerak, dengan berkembangnya bermacam-macam karakteristik jasmani dengan kematangannya, individu akan mengembangkan kecakapan untuk membentuk keterampilan gerak. Namun sebagian besar dari tingkahlaku atau perbuatan ini harus dipelajari dan diajarkan, salah satu faktor untuk mempelajari perbuatan ini ialah kematangan anak. Faktor kematangan ini akan membatasi jenis keterampilan apa saja, dan berapa banyak yang dapat dikuasainya.
Menyadari tentang keberadan manusia seutuhnya dan ketergantungan terhadap lingkungan, maka sudah sewajarnya apabila pendidikan jasmani  dipandang sebagai pendidikan melalui gerak. Sehingga tidak hanya mempelajari teknik pelatihan jasmani, tetapi berkaitan dengan pembelajaran yang menumbuhkembangkan pribadi manusia seutuhnya. Diharapkan manusia moderen menyadari kegiatan dan vitalitas kehidupan mereka dipengaruhi oleh pelatihan dan pemeliharaan jasmani, sehingga disamping faktor keturunan dan nutrisi pendidikan jasmani dilakukan secara tepat dan teratur, ini merupakan wahana yang penting dalam membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai modal dasar pembangunan.
Pendidikan jasmani sebagai media untuk mendorong perkembangan keterampilan motorik dan kemampuan fisik. Selain itu, pendidikan jasmani pada siswa sekolah menengah pertama bertujuan untuk membentuk karakter peserta didik agar sehat jasmani dan rohani dan menumbuhkan rasa sportivitas. Dalam pendidikan jasmani masih banyak guru yang tidak pernah mengadakan evaluasi terhadap kemampuan gerak (Motor Ability) yang dimiliki siswa. Terkadang guru Penjasorkes terkesan asal dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran jauh dari perumusan awal kegiatan mata pelajaran Penjasorkes yaitu suksesnys pengelolaan kondisi pembelajaran dimana berorientasi bahwa siswa menyukai, menghargai dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti proses pembelajaran dan mengimbas pada pola hidup aktif dan sehat dalam kehidupan sehari-hari.
Tentunya dalam usaha gerak dibutuhkan energi guna menggiatkan tubuh menjalankan aktivitas tersebut. Energi yang dibutuhkan dapat diperoleh melalui asupan makanan yang dikonsumsi. Karbohidrat, lemak dan protein merupakan bahan pembentuk energi. Bahan pembentuk energi tersebut sebelumnya harus melalui proses metabolisme terlebih dahulu dalam tubuh hingga selanjutnya menghasilkan energi. Pada metabolisme tubuh, karbohidrat merupakan bahan utama untuk memproduksi Adenosin Trifosfat (ATP). Glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang beredar di dalam tubuh dan di dalam sel melalui peredaran darah setelah melalui proses metabolisme tubuh. Dimana hanya energi berbentuk Adenosin Trifosfat (ATP) yang dapat digunakan oleh sel tubuh, sebagai hasil dari metabolisme glukosa oleh sel-sel tubuh yang dijadikan sumber energi tubuh dalam melakukan suatu aktivitas tertentu. Selain itu, sesuai dengan prinsip gizi seimbang dan dianggap sebagai menu yang baik bagi olahrgawan serta sesuai dengan selera orang Indonesia adalah dengan ratio sebagai berikut (1: 2: 5) pada protein: lemak: karbohidrat. Diantara ketiga bahan pembentuk energi tersebut, ratio karbohidrat memiliki nilai lebih banyak dibandingan protein dan lemak, yang paling dominan dijadikan asupan konsumsi karena kurang lebih 80% di negara-negara sedang berkembang energi makanan berasal dari bahan ini. Salah satu contoh bentuk bahan glukosa adalah formula cair yang mengandung cairan tinggi karbohidrat mudah cerna dan mudah meninggalkan lambung, biasa dikenal dengan sebutan minuman berenergi atau energizer. Misalkan mengkonsumsi air putih dengan ditambahkannya larutan gula garam atau oralit dan atau minuman berupa jus buah.
Dari penjelasan di atas, bahwa pemberian glukosa dimaksudkan untuk mempersiapkan tubuh siswa dalam proses metabolisme sehingga siswa memiliki energi yang cukup guna melakukan gerak ataupun aktivitas mata pelajaran Penjasorkes. Jadi, dengan usaha pemberian glukosa, diketahui apakah terdapat pengaruh glukosa dalam penguasaan kemampuan gerak (Motor Ability) pada siswa SMP Negeri 28 Surabaya sesuai dengan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia tersebut.
Dari uraian latar belakang tersebut, maka peneliti mengambil judul “Pengaruh Pemberian Glukosa terhadap Kemampuan  Gerak (Motor Ability) Siswa SMP Negeri 28 Surabaya dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan untuk mengetahui  lebih luas penguasaan kematangan gerak  dasar siswa sebagai bahan evaluasi khususnya bagi guru pendidikan jasmani.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah ada pengaruh pemberian glukosa terhadap kemampuan gerak (Motor Ability) pada siswa SMP Negeri 28 Surabaya?

C.      Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini pada dasarnya mencari jawaban yang empiris dari permasalahan yang telah dirumuskan diatas yaitu mendeskripsikan pengaruh pemberian glukosa terhadap kemampuan gerak (Motor Ability)  yang dicapai siswa SMP Negeri 28 Surabaya.

D.      Manfaat Penelitian
1.         Manfaat Teoritis:
    Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengaruh pemberian glukosa terhadap kemampuan gerak (Motor Ability) yang dicapai siswa SMP Negeri 28 Surabaya.
2.         Manfaat Praktis:
a.         Bagi SMP Negeri 28 Surabaya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam proses pembelajaran yang dilakukan khususnya bagi guru pendidikan jasmani.
b.        Bagi peneliti sebagai seseorang yang berkecimpung dalam bidang olahraga khususnya pendidikan olahraga, maka penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman sebelum terjun langsung di dalam dunia pendidikan di masa yang akan datang.
c.         Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif untuk perkembangan ilmu dalam bidang olahraga.

E.       Asumsi, Definisi Operasional dan Batasan Masalah
1.         Asumsi
Asumsi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 28 Surabaya yang telah memperoleh kemampuan gerak (Motor Ability)  dalam pengalaman sebelumnya dari sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama, diharapkan kemampuan gerak  ini sudah dicapai oleh siswa secara kompleks/lengkap yang berfungsi untuk perkembangan gerak di masa selanjutnya.
2.         Definisi Operasional
a.         Glukosa
Glukosa adalah salah satu jenis Monosakarida yaitu karbohidrat yang tersusun atas satu gugusan gula atau gula paling sederhana yang terdiri dar molekul tunggal. Glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang beredar di dalam tubuh dan di dalam sel yang menjadi sumber energi.
b.        Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. http://id.wikipedia.org/wiki/Kemampuan, di akses tanggal 2 Desember 2010.
c.          Gerak diartikan sebagai perubahan tempat, posisi dan kecepatan tubuh atau bagian dari tubuh manusia yang terjadi dalam suatu dimensi ruang dan waktu yang dapat diamati secara obyektif (Kiram, 1992: 48).
d.        Kemampuan gerak sering disebut kemampuan gerak umum (General Motor Ability). Kemampuan gerak adalah kemampuan yang umum seseorang untuk bergerak. Secara lebih spesifik Motor Ability adalah kapasitas seseorang untuk dapat melakukan berbagai macam gerakan yang memerlukan keberanian dalam olahraga (Nurhasan, 2003: 2.13).
e.         Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan sebagai proses pendidikan teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan dan kebugaran jasmani (Sistem Keolahragaan Nasional, 2007: 2).
3.         Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini  adalah hanya membahas pengaruh pemberian glukosa terhadap kemampuan gerak (Motor Ability) yang dicapai oleh siswa laki-laki SMP Negeri 28 Surabaya. Untuk melengkapi teori tentang hasil penilaian terhadap siswa laki-laki dan perempuan dalam hal kemampuan secara umum sampai berumur kurang lebih 11 tahun, masih berimbang atau dengan kata lain perbandingan antara kemampuan siswa laki-laki dengan perempuan belum berbeda tetapi sesudahnya ketika berumur 12 tahun ke atas mulai ada perbedaan. Karena siswa laki-laki mulai mengalami peningkatan yang makin pesat sedang siswa perempuan hanya mengalami peningkatan yang kecil (dalam Sajoto dan Waharsono, 2004: 52-53).



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai hakikat kajian pustaka dimana berkaitan dengan kutipan, pandangan serta pendapat dari ilmuwan dan pakar-pakar yang dijadikan landasan berpikir oleh peneliti dalam menganalisa serta menguraikan masalah yang diangkat sehingga permasalahan menjadi jelas, mudah dipahami, dan didapat solusi yang tepat.
Pembahasan selanjutnya meliputi hal sebagai berikut: A) Hakikat Glukosa, B) Hakikat Gerak, C) Hakikat Kemampuan Gerak, D) Hakikat Pembelajaran Pendidikan Jasmani, E) Hipotesis. Adapun teori atau pendapat dalam pembahasan permasalahan ini diantaranya:
A.      Hakikat Glukosa
Glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang beredar di dalam tubuh dan di dalam sel sebagai sumber energi. Glukosa adalah salah satu jenis dari Monosakarida (C6H12O6) yaitu karbohidrat yang tersusun atas satu gugusan gula atau gula paling sederhana yang terdiri dari molekul tunggal. Glukosa didapat melalui pencernaan makanan dari bahan makanan yang mengandung karbohidrat. Dimana karbohidrat merupakan bahan utama dalam memproduksi energi. Karbohidrat adalah bahan bakar utama untuk produksi Adenosin Trifosfat (ATP). Bentuk ATP inilah yang digunakan sel dalam memenuhi keperluan energinya. Hanya energi berupa ATP yang dapat digunakan sebagai energi oleh sel.
Menurut Kartasapoetra dan Marsetyo (dalam Mulyono: 2004) glukosa merupakan gula paling penting bagi metabolisme tubuh, lebih dikenal sebagai dektrosa (gula fisiologis), bentuk jadinya terdapat di dalam sayur, buah, jagung manis dan madu. Selain dari bahan tersebut, glukosa dihasilkan pula dari hasil cernaan pati. Glukosa diperoleh sebagai hasil ubahan glikogen hati uang selanjutnya disirkulasikan ke berbagai bagian tubuh melelui proses Glikogenisis. Glikogen disimpan dalam hati dan jaringan pada tubuh pada saat-saat tubuh menjalani kerja keras atau latihan berat.  
Tentu pada pengubahan makanan yang dikonsumsi tubuh hingga berubah siap menjadi energi bagi sel dan otot-otot melewati runtutan proses yang dikenal sebagai metabolisme, yaitu suatu proses pemecahan zat-zat gizi di dalam tubuh untuk menghasilkan energi atau untuk pembentukan struktur tubuh. Jalur metabolisme sendiri adalah suatu rentetan reaksi kimia dari awal hingga akhir yang terjadi dalam metabolisme. Jalur metabolisme terbagi menjadi 2 yaitu: Anabolisme dan Katabolisme.
Reaksi Anabolisme adalah reaksi membangun dari ikatan sederhana ke ikatan lebih besar dan komplek, misalnya glukosa diubah menjadi glikogen, asam lemak, dan gliserol menjadi trigliserida, serta asam amino menjadi protein. Proses Anabolisme ini memerlukan energi. Sedangkan reaksi Katabolisme adalah reaksi yang memecah ikatan komplek menjadi ikatan lebih sederhana. Reaksi ini fungsinya adalah melepas energi. Misalnya pemecahan glikogen menjadi glukosa, trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak serta protein menjadi asam amino.



Dalam proses metabolisme selalu membutuhkan enzim untuk membantu reaksi-reaksi yang terjadi. Terkadang pula enzim membutuhkan pembantu berupa koenzim. Enzim adalah protein khusus yang berperan sebagai katalisator (percepatan reaksi yang dapat dilakukan secara berulang-ulang) dalam reaksi kimia, tetapi tidak mengalami perubahan selama proses berlangsung. Koenzim adalah zat organik bukan protein yang membantu aktivitas enzim. Terdapat banyak koenzim yang bagian strukturnya terdiri atas vitamin. Energi yang digunakan sel dalam bentuk Adenosin Trifosfat (ATP). Tiap sel membuat ATP untuk keperluan energinya. Energi yang dikeluarkan melalui proses katabolisme sering digunakan lagi dalam reaksi berantai untuk membentuk ikatan berenrgi tinggi ATP melalui proses fosforilasi oksidatif. Pemecahan zat gizi sumber energi diikuti oleh pembentukan molekul-molekul ATP yang menangkap energi yang dilepas ke dalam ikatannya. Bila kemudian energi dibutuhkan, ikatan berenergi tinggi dalam gugus fosfat akan dilepas melalui hidrolosis. Adenosin Difosfat (ADP) dapat dihidrolosis lagi menjadi Adenosin Monofosfat (AMP) + Pi (phosphat) untuk dijadikan energi. Hanya energi berupa ATP yang dapat digunakan sebagai energi oleh sel. Di dalam sel yang memerlukan energi dalam jumlah besar yang siap pakai oleh otot, simpanan energi ini diperbesar dengan pembentukan metabolit berenergi tinggi, yaitu Pi/ CP/ PC (creatinphosphat). Sebagian besar metabolisme terjadi di dalam sel-sel tubuh.
Sedangkan glukosa diperoleh dari pencernaan karbohidrat atau dari perubahan monosakarida galaktosa dan fruktosa di dalam hati atau dari pemecahan glikogen di dalam hati dan otot. Glukosa ini dibawa oleh sistem peredaran darah ke sel-sel yang membutuhkan. Jalur pertama yang digunakan glukosa untuk menghasilkan energi dinamakan glikolisis. Glikolisis terjadi di dalam sitoplasma sel secara anaerobik (tidak memerlukan oksigen). Hasil akhir glikolisis adalah pemecahan glukosa yang mempunyai 6 atom karbon (C) menjadi 2 ikatan yang mengandung 3 atom karbon, yaitu piruvat dan asam piruvat. Apabila hanya sedikit oksigen yang tersedia, piruvat akan diubah menjadi asam laktat. Ini terjadi pada jaringan otot yang tiba-tiba harus berkonstraksi kuat, seperti pada latihan intensif atau kerja berat, yaitu bila latihan atau kerjaan melebihi kemampuan jantung dan paru-paru untuk mengeluarkan CO2 dari otot-otot. Dengan persediaan oksigen terbatas dan pengeluaran karbondioksida yang terbatas pula, asam laktat akan menumpuk. Ini akan menimbulkan rasa lelah dan sakit. Untuk mengatasinya hendaknya kegiatan otot diturunkan sehingga darah yang beredar dapat mengangkut asam laktat ke hati. Di dalam hati asam laktat akan diubah kembali menjadi glukosa melalui siklus Cori. Metabolisme aerobik menghasilkan lebih banyak ATP daripada metabolisme anareobik. Hal ini perlu diperhatikan dalam kegiatan yang membutuhkan daya tahan tinggi. Gambar pembentukan glukosa melalui siklus Cori (anareobik), sebagai berikut:






 








Gambar 2.1 Pembentukan Glukosa Melalui siklus Cori
Suhardjo dan Clara M.K (dalam Mulyono, 2004: 19)
B.       Hakikat Gerak
Pengertian gerak dan psikomotorik sering sekali rancu, hal ini disebabkan memang diantara kedua istilah tersebut sangat sulit dibedakan. Gerak adalah suatu perubahan tempat kedudukan pada suatu benda dari titik awal. Sedangkan psikomotorik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan gerakan-gerakan tubuh.
Gerak merupakan dasar dari seluruh kegiatan manusia, semua gerak yang terjadi pada kegiatan jasmani disebut dengan gerak dasar. Pengertian motorik dan gerak itu sendiri sebagai berikut:
Motorik adalah suatu peristiwa laten yang meliputi keseluruhan proses-proses pengendalian dan pengaturan fungsi-fungsi organ tubuh baik secara fisiologi maupun secara psikis yang menyebabkan terjadinya suatu gerakan, peristiwa-peristiwa laten yang tidak dapat diamati tersebut melalui antara lain: penerimaan informasi/stimulus, pemberian makna terhaap informasi,pengolahan informasi, proses pengambilan keputusan dan dorongan untuk melakukan berbagai bentuk aksi-aksi motorik (keseluruhannya merupakan peristiwa psikis). Setelah itu dilanjutkan dengan peristiwa fisioligis yang meliputi pemberian, pengaturan dan pengendalian inpuls kepada organ-organ tubuh yang terlibat dalam melaksanakan aksi-aksi motor. Sehingga hasil dari dua peristiwa laten tersebut adalah gerak yang diamati.

……gerak diartikan sebagai perubahan tempat, posisi dan kecepatan tubuh atau bagian tubuh manusia yang terjadi dalam suatu dimensi ruang dan waktu yang dapat diamati secara obyektif.Misalnya perubahan posisi dan kecepatan tubuh atau bagian tubuh dalam lompat, berjalan, berlari, berenang (Kiram, 1992: 48-49).


C.      Hakikat  Kemampuan Gerak
1.    Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan gerak
Seseorang yang memiliki gerakan terampil, akan mampu melakukan gerakan secara efisien dan benar secara mekanis. Untuk mencapai efisiensi gerakan perlu didukung dari beberapa unsur kemampuan yang ada pada setiap individu. Yang perlu mendukung agar gerakan menjadi terampil atau menjadi efisien bukan hanya kemampuan fisik, tetapi juga kemampuan mental dan emosional.
Mengenai beberapa unsur kemampuan atau kondisi yang diperlukan untuk mendukung gerakan yang efisien yang ada dalam fungsi fisik, mental dan emosional dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.    Unsur kemampuan fisik
 Fisik merupakan sarana untuk melakukan gerakan, agar gerakan yang    dilakukan bisa efisien kemampuan dan kondisi fisiknya harus baik.
b.   Unsur kemampuan mental
Mental adalah pikiran, jadi kemampuan mental adalah kemampuan untuk berfikir. kemampuan mental yang baik bisa mendukung bisa mendukung terciptanya gerakan yang efisien.
c.    Unsur kemampuaan emosional
Seperti halnya unsur fisik dan mental, unsur emosional juga merupakan faktor penentu penampilan gerakan yang efisien adalah sebagai berikut:
1.      Kemampuan mengendalikan emosi dan perasaan.
2.      Tidak ada ganguan emosional.
3.      Merasa perlu dan ingin mempelajari atau melakukan    gerakan.
4.      Memiliki sikap yang positif terhadap prestasi   gerak.
Pendidikan jasmani yang disajikan di sekolah menengah diwujudkan dengan berbagai aktivitas melalui kegiatan fisik. Kegiatan fisik dalam proses pendidikan tersebut bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan kemampuan gerak dasar, menanamkan nilai, sikap dan kebiasaan hidup sehat. Selanjutnya dalam kemampuan gerak akan memberikan sumbangan yang berarti dalam belajar berbagai keterampilan gerak, yang sangat diperlukan untuk melakukan berbagai aktivitas olahraga maupun kegiatan sehari-hari.
Sehubungan dengan hal tersebut, Nurhasan (2003: 2.13) menyatakan bahwa:
Motor Ability (kemamampuan gerak) adalah kemampuan yang umum seseorang untuk bergerak. Secara lebih spesifik Motor Ability adalah kapasitas seseorang untuk dapat melakukan berbagai macam-macam gerakan yang memerlukan keberanian dalam olahraga.

Menurut Ma’mum (2002: 20) ada katagori dasar-dasar fundamental kemampuan gerak.



a.              Kemampuan lokomotor
          Lokomotor menunjukkan perubahan lokasi dari hubungan    tubuh pada titik tertentu pada ranah atau gerakan yang melakukan  perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain atau mengangkat tubuh ke atas seperti lompat, loncat, berjalan, berlari, skipping, meluncur.
b.             Kemampuan non lokomotor
         Kemampuan non lokomotor dilakukan di tempat tanpa ada ruang gerak yang memadai seperti menekuk dan meregang, mendorong, menarik, mengangkat dan menurunkan, memutar, melambung.
c.              Kemampuan manipulatif
                      Kemampuan yang dikembangkan ketika anak tengah menguasai atau menggunakan bermacam-macam objek seperti gerakan mendorong, (melempar, memukul, dan menendang) gerakan menerima (menangkap) dan gerakan memantul-mantul bola atau menggiring.

Kemampuan gerak merupakan  gerakan yang biasa siswa lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dikatakan juga bahwa kemampuan gerak adalah suatu kemampuan yang diperoleh dari keterampilan gerak umum yang mendasari tingkat penampilan yang baik atau tingkat kemampuan gerak seseorang dalam mempelajari suatu gerakan secara kualitas dan kuantitas yang baik.
Kemampuan gerak pada siswa mempunyai arti penting sebab kemampuan tersebut akan menjadi landasan untuk belajar berbagai aktivitas baik dalam olahraga maupun kegiatan lain. Bila terjadi keterlambatan dalam gerak lokomotor dan perkembangan gerak yang lainnya maka akan merusak akses terhadap sumber-sumber eksternal yang berpengaruh kurang baik terhadap regulasi emosional, sehingga perkembangan kecerdasan anak menjadi terhambat.


2.      Perkembangan Gerak
Perkembangan penguasaan kemampuan gerak secara otomatis sejalan dengan meningkatnya ukuran tubuh dan meningkatnya kemampuan fisik, maka meningkat pula kemampuan gerak siswa terhadap penguasaan gerak dasar, menurut Sajoto dan Waharsono (2004: 53) berbagai kemajemukan gerak yang sudah bisa dilakukan pada masa sebelumnya akan semakin dikuasai kemampuan gerak bisa diidentifikasikan dalam bentuk:
-       Gerakan bisa dilakukan dengan mekanika tubuh yang makin efisien.
-       Gerakan bisa dilakukan semakin lancar dan terkontrol.
-       Pola atau bentuk gerakan semakin bervariasi.
-       Gerakan semakin bertenaga.

Beberapa macam gerakan yang mulai bisa dilakukan atau gerakan yang dimungkinkan apabila anak memperoleh kesempatan melakukannya pada masa kecil adalah gerakan-gerakan berjalan, berlari, mendaki, meloncat, berjengket, mencongklang, lompat tali, menyepak, melempar, menangkap, memantulkan bola, memukul dan berenang. Gerakan tersebut dapat dikuasai dengan baik sangat dipengaruhi oleh kesempatan untuk melakukan berulang-ulang di dalam aktivitasnya. Anak yang kurang kesempatan melakukan aktivitas fisik akan mengalami hambatan untuk berkembang. Perkembangan kemampuan gerak pada anak usia 12-16 tahun bisa diketahui dengan menggunakan pengetesan atau pengukuran kemampuan berlari, melompat, atau melempar. Untuk melengkapi teori tentang hasil penilaian terhadap siswa laki-laki dan perempuan dalam hal kemampuan secara umum sampai berumur kurang lebih 11 tahun, masih berimbang atau dengan kata lain perbandingan antara kemampuan siswa laki-laki dengan perempuan belum berbeda tetapi sesudahnya ketika berumur 12 tahun ke atas mulai ada perbedaan. Karena siswa laki-laki mulai mengalami peningkatan yang makin pesat sedang siswa perempuan hanya mengalami peningkatan yang kecil (Sajoto dan Waharsono, 2004: 52-53).
Karakteristik seorang siswa yang mengusai kemampuan gerak (terdidik) dalam pendidikan jasmani menurut “Physical Education Outcomes Commite Of The National Assosiation Of  Physical Education and Sport” (NASPE) dalam Harsuki (2003: 28) ciri-cirinya adalah seperti diuraikan di bawah ini.
1.   Mempelajari berbagai keterampilan yang diperlukan dalam melakukan berbagai aktivitas.
2.   Segar dan bugar secara jasmaniah.
3.   Berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasmani.
4.   Mengetahui implikasi dan manfaat dari keterlibatan dalam aktivitas jasmani.
5.   Menghargai aktivitas jasmani dan sumbangannya kepada gaya hidup yang sehat.

Karakteristik siswa yang mengusai kemampuan gerak (terdidik)  dalam pendidikan jasmani seperti yang dikemukakan di atas akan dapat dijumpai pada siswa dengan program pendidikan jasmani yang dirancang dan dilaksanakan secara efektif dan inovatif dengan di dukung dari peralatan dan fasilitas yang cukup dan alokasi waktu yang memadai yang telah tercantum dalam kurikulum. Sehingga tujuan akhir yang ingin dicapai dengan pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah adalah menghasilkan peserta didik yang menpunyai kemampuan gerak yang optimal dalam pendidikan jasmani (phycally educated). Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan keseluruhan yang bertujuan meningkatkan organik, neuromuskuler, intelektual.
 Untuk mengukur tingkat kemampuan gerak siswa adalah tes Barrow Motor Ability Test dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan gerak (Motor Ability) yang dicapai siswa SMP Negeri 28 Surabaya. Johnson dan Nelson (dalam Nurhasan, 2003: 2.13) mengemukakan mengenai tes ini terdiri dari beberapa jenis butir tes yang mengukur aspek kecepatan, daya, kelincahan, koordinasi mata dan tangan, serta keseimbangan. Disamping itu ada juga yang mengukur mengenai aspek kekuatan dan daya tahan. Bentuk tes dan pengukuran ini merupakan rangkaian Barrow Motor Ability Test untuk siswa laki-laki sekolah menengah pertama, sekolah menengah umum dan mahasiswa laki-laki. Selain itu juga digunakan gelas ukur untuk mengukur jumlah larutan glukosa yang akan diberikan.
Adapun rangkaian tes Barrow Motor Ability terdiri dari aspek :
1.         Kecepatan
Kecepatan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk bergerak sangat cepat atau sesingkat mungkin (Sapto, 2010: 24).
Pada dasarnya kecepatan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kecepatan sprint (sprinting of speed), kecepatan reaksi (reaction of speed) dan kecepataan bergerak (reaction of movement). Kecepatan juga seperti kemampuan biomotorik lain, dapat dikembangkan menjadi beberapa tipe atau macam. Bisa berarti seluruh badan bergerak, dan kecepatan maksimal seperti dalam sprint.
Dalam penelitian ini aspek kecepatan yang diambil dengan pengukuran lari 60 meter. Tes lari 60 Meter merupakan salah satu bentuk tes dari aspek kecepatan, sedangkan norma yang digunakan diambil dari buku Departemen Pendidikan Nasional Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi (1999: 28) berdasarkan hasil penelitian terakhir.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya untuk menempuh suatu jarak waktu yang cepat.

2.         Daya Ledak  (Power)

Daya ledak atau yang lazim dikenal dengan istilah power adalah kemampuan otot untuk menghasilkan kekuatan maksimal dalam waktu yang sesingkat-singkatnya  (Harsono dalam Sapto, 2010: 32). Sedang Bompa (dalam Sapto, 2010: 32) membagi power menjadi dua macam, yaitu : Power siklis adalah suatu gerakan cepat dan kuat yang dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang sama, misalnya gerakan berlari, berenang, balap sepeda, sepatu roda. Sedangkan power asiklis adalah suatu gerakan yang kuat dan cepat seperti, melempar, melompat, meloncat, memukul, menendang dan semua jenias olahraga yang memerlukan tolakan seperti basket, bulutangkis, bola voli.
 Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa daya ledak atau power adalah tenaga yang dapat dipergunakan untuk memindahkan berat badan atau beban dalam waktu tertentu seperti : meloncat dan melompat. Pada penelitian ini pengukuran yang digunakan adalah Standing Broad Jump dengan menggunakan norma tes dari penelitian yang terbaru yaitu Harsuki (2003: 338).
3.         Kelincahan
Istilah kelincahan sering disama artikan dengan kemampuan koordinasi dari gerakan-gerakan, keterampilan, kemampuan gerak tipu atau ketangkasan. Kelincahan atau agility merupakan kualitas yang sangat sederhana ini melibatkan hubungan dengan kualitas-kualitas komponen fisik yang lain seperti kecepatan reaksi, kecepatan, kekuatan, kelenturan, keterampilan gerak, dan lain-lain yang beraktivitas secara bersama-sama.
Pengertian kelincahan atau agility adalah kemampuan untuk mengubah arah yang secara tiba-tiba dalam kecepatan tinggi (Soekarman dalam Sapto, 2010: 28), kelincahan sangat penting fungsinya untuk meningkatkan pergerakan seseorang dalam beraktivitas. Dalam penelitian ini pengukurannya dengan menggunakan tes shutle run atau lari bolak balik sejauh 40 meter karena dilakukan berlari sepanjang 10 meter sebayak 4 kali bolak-balik. Sedang norma yang dipakai menggunakan Kemenegpora (2005: 30).
4.         Koordinasi Mata Tangan
Dalam kehidupan manusia aktivitas yang dilakukan pada umumnya merupakan rangkaian gerak dari bagian / anggota tubuh yang satu dan lainnya. Rangkaian gerak tersebut bisa masih bersifat kaku (kasar) sampai yang bersikap halus dan lancar. Hal tersebut bisa terjadi karena ada koordinasi antar bagian / organ yang terlibat dalam suatu tugas gerak.
Siswa dengan koordinasi yang masih belum memiliki tingkat koordinasi masih rendah, akan menampilkan gerak-gerak yang kaku dan tersendat-sendat. Adapun siswa dengan koordinasi yang tinggi (matang) akan mampu menampilkan gerakan-gerakan yang lancar, luwes, dan nampak harmonis.
Di dalam koordinasi, antar bagian yang terlibat dalam suatu tugas gerak akan berfungsi pada waktu dan urutan yang tepat (Singer dalam Edwin, 2010: 14). Demikian pula kemampuan gerak siswa dalam pembelajaran penjasorkes, selalu melibatkan peran koordinasi dari bagian atau anggota badan yang diperlukan dalam suatu tugas gerak. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya dan sebagai dasar setiap siswa untuk memiliki tingkat koordinasi yang tinggi. Sehingga dapat disinpulkan dengan koordinasi yang tinggi siswa akan menampilkan keefektifan gerakan dan efisiensi.
Dalam pembelajaran penjasorkes setiap aktivitas geraknya ada yang melibatkan peran koordinasi, lebih-lebih koordinasi aksi mata-tangan. Hal tersebut mata memainkan peran sangat besar. Dari informasi yang diterima oleh mata selanjutnya siswa bergerak untuk menentukan gerakan selanjutnya. Gerakan tersebut hampir tidak ada jarak waktu dengan saat mata menangkap informasi tentang respon yang datang.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa kemampuan gerak dalam pembelajaran penjasorkes, koordinasi mata-tangan mempunyai peranan sangat penting. Namun dalam proses belajar mengajar siswa tidak hanya cukup mengandalkan koordinasi mata-tangan saja. Siswa juga perlu koordinasi yang baik antara anggota badan yang lain, agar setiap gerakan yang dilakukan akan berhasil dengan baik. Dalam penelitian ini untuk tes koordinasi mata tangan menggunakan alat ukur Drawing Mirror.
Tes Drawing Mirror merupakan salah satu bentuk tes dari aspek koordinasi mata dan tangan, koordinasi merupakan harmonisasi keterhubungan fungsi antar beberapa elemen gerak. Sedangkan untuk normanya digunakan pada penelitian terakhir yang dilakukan oleh saudara Edwin Wahyu Dirgantoro mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya angkatan 2007.
5.         Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan sikap dan posisi tubuh pada bidang tumpuan pada saat berdiri atau pada saat melakukan gerakan. Sedangkan Nurhasan (2000) membagi keseimbangan menjadi 2 (dua) type yaitu : keseimbangan statis dan keseimbangan dinamis.
Unsur keseimbangan ini sangat menonjol dalam kegiatan-kegiatan berjalan, berdiri dan berbagai jenis aktivitas olahraga. Dalam penelitian ini pengukuran keseimbangan dengan menggunakan alat tes Balance Beam dari Takei dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan siswa untuk mempertahankan sikap dan posisi tubuh pada bidang tumpuan pada saat berdiri. Sedang norma yang dipakai menggunakan Kemenegpora (2005 : 12).

D.      Hakikat Pembelajaran Pendidikan Jasmani
a.         Pembelajaran
Siapapun tidak pernah menyangkal bahwa kegiatan belajar mengajar tidak berproses dalam kehampaan, tetapi dengan penuh makna. Didalamnya terdapat sejumlah norma dan tuntutan yang harus ditanamkan ke dalam diri setiap anak didik. Kegiatan belajar mengajar merupakan suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan. Guru dituntut untuk menciptakan kondisi tersebut, sehingga terjadi perpaduan kedua unsur antara guru dan siswa dalam interaksi edukatif dengan memanfaatkan media sebagai perantaranya. Tugas guru adalah berusaha menciptakan suasana belajar yang menggairahkan dan menyenangkan bagi semua anak didik. Dalam kegiatan belajar mengajar anak didik sebagai subyek dan obyek dari kegiatan pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran yaitu terbentuknya siswa yang aktif tidak hanya dalam segi potensi fisik melainkan pada segi kejiwaannya. Hakikat belajar adalah perubahan dalam diri seseorang sebagai hasil dari aktivitas belajar. Sedangkan hakikat mengajar, menurut Nana Sudjana (dalam Djamarah dan Zain, 1995: 39) adalah suatu proses yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada taraf lanjutan mengajar adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar.
Sebagai suatu proses pengaturan, kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari ciri tertentu, yang menurut Edi Suardi (dalam Djamarah dan Zain, 1995: 39-40) sebagai berikut:
1.        Belajar memiliki tujuan, yakni mengembangkan anak didik pada suatu perubahan.
2.        Ada suatu prosedur yaitu jalannya interaksi yang direncanakan guna mencapai tujuan secara optimal.
3.        Penyampaian materi ajar melalui perancangan khusus dengan memanfaatkan media.
4.        Ditandai dengan aktivitas anak didik, sebab aktivitas dan interaksi anak didik merupakan syarat mutlak berlangsungnya proses pembelajaran. Aktivitas ini meliputi kegiatan fisik dan mental.
5.        Guru berperan sebagai pembimbing sehingga guru berupaya menghidupkan dan memberikan motivasi serta guru sebagai mediator dalam segala situasi proses pembelajaran agar terjadi proses interaksi yang kondusif.
6.        Kedisiplinan dalam kegiatan pembelajaran sebagai pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh guru maupun anak didik dengan sadar.
7.        Terdapat batas waktu.
8.        Terdapat evaluasi melalui tes yang dijadikan tolak ukur pencapaian tujuan pembelajaran.
Pembelajaran adalah setiap perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran diakses tanggal 21 April 2010. Selain itu pembelajaran juga dapat di artikan  sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Dalam konteks pendidikan jasmani, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik.
 Pembelajaran pendidikan jasmani lebih menekankan pada bagaimana upaya guru untuk mendorong atau memfasilitasi siswa belajar dalam aspek psikomotorik, kognitif, afektif dan emosional untuk mencapai tujuan dari penyelenggaraan pembelajaran itu sendiri. Melaksanakan suatu pembelajaran bukanlah suatu hal yang mudah, karena guru tidak berperan sebagai pemberi pengetahuan akan tetapi lebih berperan sebagai fasilitator yang memungkinkan siswa untuk mengaktifkan seluruh unsur dinamis dalam proses belajar, yang mengarah siswa pada konstruksi pengetahuan. Beberapa ciri pembelajaran yang efektif dan harus diperhatikan guru sebagai berikut.
1.      Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungan melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan.
2.      Guru menyediakan materi sebagai fokus berfikir dan berinteraksi dalam pembelajaran
3.     Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.
4.    Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi.
5.    Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.

Dalam proses pembelajaran gerak, selain aspek gerak (psikomotor), aspek pengetahuan (kognitif) dan sikap (afektif) siswa merupakan dua aspek yang tidak boleh dilupakan oleh guru penjasorkes. Melalui suatu gerakan siswa dituntun untuk mengetahui cara melakukan gerakan tersebut, mengetahui kebermanfaatan gerakan tersebut dan juga mampu menunjukkan perilaku-perilaku positif selama pembelajaran (kerja sama, disiplin, mau berbagi tempat dan alat, jujur dan lainnya) yang diharapkan mampu diwujudkan siswa dalam kehidupannya sehari-hari. Jadi, belajar melalui gerak lebih menekankan pada keterpaduan aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan gerak (psikomotor).
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa tujuan akhir pembelajaran gerak adalah penampilan gerakan yang efektif, efisien dan terampil. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan kecukupan belajar gerak. Kecukupan belajar gerak yang dimaksud adalah siswa memperoleh kesempatan yang cukup untuk mendapatkan pengetahuan dan melatih keterampilan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dicanangkan.
b.         Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (penjasorkes) sebagai bagian integral dari pendidikan memiliki tugas yang unik yaitu menggunakan “gerak” sebagai media untuk membelajarkan siswa. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22 Tahun 2006 bagian latar belakang SK-KD, secara khusus dinyatakan bahwa penjasorkes bertujuan agar peserta didik memiliki 7 kemampuan sebagai berikut:
1.    Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya        pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih.
2.    Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik.
3.    Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar.
4.    Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan.
5.    Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis.
6.    Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
7.    Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.

Pendidikan jasmani di sekolah pada hakikatnya mempunyai arti peran dan fungsi yang amat vital dan strategis dalam upaya menciptakan suatu masyarakat yang sehat dan dinamis. Hal ini dapat dimengerti karena peserta didik usia 12-16 tahun adalah kelompok masyarakat yang sedang tumbuh dan berkembang serta memiliki berbagai kerawanan yang memerlukan pembinaan dan bimbingan, karena dalam usia tersebut peserta didik dalam masa peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja. Dalam kaitan ini pendidikan jasmani merupakan suatu wadah pembinan yang sangat tepat.
Dalam satu sisi, pendidikan jasmani merupakan  cara untuk menyalurkan hasrat, bakat, keinginan dan minat peserta didik untuk bergerak. Pendidikan jasmani sebagai salah satu mata pelajaran dalam kurikulum di sekolah menengah terdapat aspek psikomotorik yang membantu meningkatkan kemampuan gerak (Motor Ability) siswa, namun tidak mengabaikan aspek kognitif dan afektif.
Pendidikan jasmani sebagai media untuk mendorong perkembangan keterampilan motorik dan kemampuan fisik. Selain itu, pendidikan jasmani pada siswa sekolah menengah pertama bertujuan untuk membentuk karakter peserta didik agar sehat jasmani dan rohani, dan menumbuhkan rasa sportivitas. Tujuan ini dicapai melalui muatan kegiatan pendidikan jasmani, olahraga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan (Standar Nasional Pendidikan, 2006: 132).Untuk mengoptimalkan kemampuan geraknya, siswa perlu didukung dengan adanya pembelajaran gerak dasar yang dikemas dalam pembelajaran pendidikan jasmani yang efektif dan inovatif untuk meningkatkan pola gerak dan perkembangan motoriknya.
                        Sedangkan pembelajaran gerak dasar telah diperoleh siswa di saat    berada di sekolah dasar selanjutnya di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah umum. Diharapkan kemampuan gerak (Motor Ability) yang optimal dapat menunjang kehidupannya siswa di masa yang akan datang sehingga pendidikan jasmani memberikan sumbangan yang positif bagi perkembangan siswa tersebut.
Standar kompetensi lulusan mata pelajaran untuk SMP dalam   pembelajaran pendidikan jasmani kesehatan dan olahraga yaitu mempraktekan variasi dan kombinasi teknik dasar permainan, olahraga serta atletik dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya (Standar Nasional Pendidikan, 2006: 157).
Pendidikan jasmani memegang peran penting dalam membentuk manusia yang seutuhnya. Namun demikian, keberadaan pendidikan jasmani masih sering dicap sebagai pembelajaran yang membosankan, menghambur-hamburkan waktu dan menggangu intelektual perkembangan anak. Anggapan itu harus dihilangkan karena pendidikan jasmani menempati bagian yang strategis untuk mengembangkan kemampuan fisik, psikomotorik, sosial dan emosional peserta didik.
Pada dasarnya pendidikan jasmani merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pendidikan secara keseluruhan. Dalam kurikulum pendidikan menengah pertama secara umum pendidikan jasmani bertujuan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sportivitas dan kesadaran hidup sehat (Standar Nasional Pendidikan, 2006: 77).
Pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah menengah merupakan proses interaksi siswa terhadap lingkungan  melalui dorongan, bimbingan dan pengembangan jasmani serta untuk meningkatkan kreativitas dan aktivitas siswa dalam mencapai tujuan pendidikan jasmani serta kesehatan yang berarti pendidikan jasmani harus memenuhi kebutuhan setiap individu yang berbeda-beda karena setiap siswa mempunyai karakteristik tidak sama baik dalam fisik, mental dan sosial. Sehingga guru pendidikan jasmani harus pandai mengemas pembelajaran secara efektif dan inovatif agar tujuan pembelajaran itu sendiri tercapai secara maksimal.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penjasorkes sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan secara keseluruhan memiliki peran sebagai pondasi bagi tumbuh kembang anak. Dengan demikian, pendidikan jasmani dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak yakni aspek organis, perseptual, kognitif, sosial dan emosional.

E.  Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan sementara yang diajukan peneliti yang berupa pernyataan-pernyataan yang masih harus diuji kebenarannya (Maksum, 2008: 27). Hipotesis yang digunakan oleh peneliti adalah hipotesis kerja atau hipotesis alternatif yaitu ada pengaruh pemberian glukosa terhadap kemampuan gerak (Motor Ability) pada siswa SMP Negeri 28 Surabaya.



BAB III
METODE PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan tentang Metode Penelitian, tentang prosedur umum yang dianut dalam pengumpulan data dan analisis data guna menjawab permasalahan. Pembahasan mengandung petunjuk yang terencana, sistematis penelitian, dan alur pemecahan permasalahan yang diajukan. Yaitu terdiri dari: A) Jenis dan Desain Penelitian, B) Variabel Penelitian, C) Waktu dan Lokasi Penelitian, D) Populasi dan Sampel, E) Instrumen Penelitian, F) Prosedur Penelitian, G) Teknik Pengambilan Data, dan H) Teknik Analisis Data. Untuk memecahkan suatu permasalahan dalam metode penelitian ini akan dijelaskan hal-hal sebagai berikut:
A.      Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian eksperimen. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian dengan menggunakan pendekatan deduktif – induktif (khusus ke umum), data berupa numerik (angka) yang merupakan hasil dari penghitungan. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan secara ketat untuk mengetahui hubungan sebab akibat diantara variable-variabel. Dimana terdapat penerapan perlakuan kepada subyek atau obyek penelitian. Sedangkan, desain penelitian merupakan sebuah rancangan bagaimana suatu penelitian akan dilakukan (Maksum, 2008: 47). Penelitian ini bertujuan menggambarkan pengaruh pemberian glukosa terhadap kemampuan gerak (Motor Ability) siswa laki-laki kelas VIII SMP Negeri 28 Surabaya dalam mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan.
Desain penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Goup Pretest-Posttest Design, sebagai berikut:
R         T1                    X                     T2
R         T1                                          T2
 


Keterangan :
T1: Pre-test (melakukan tes tes Motor Ability ).
T2: Post-test (melakukan tes tes Motor Ability selanjutnya dikonsultasikan pada norma kategori sesuai dengan nilai yang didapat pada post-test tersebut).
X: Perlakuan (Pemberian larutan glukosa 5% sebanyak 250 ml diberikan minimal 15 menit sebelum sebelum tes).

B.       Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu konsep yang memiliki variabilitas atau keragaman yang menjadi fokus penelitian. Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel yang terdiri dari :
a.    Variabel bebas        :           Pemberian glukosa
b.    Variabel terikat       :           Kemampuan  Gerak (Motor Ability)

C.      Waktu dan Lokasi Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di UPTD SMP Negeri 28 Surabaya. Waktu pelaksanaan pada  tanggal 25 Maret - 25 April 2011.
D.      Populasi dan Sampel
Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/Subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006: 215). Dalam kontek lain, populasi adalah keseluruhan individu atau obyek yang dimaksudkan untuk diteliti (Maksum, 2008: 39). Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel dapat juga diartikan yaitu bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Arikunto, 2006: 131, Sugiyono, 2006: 81).
Dalam penelitian ini yang diambil menjadi populasi adalah seluruh siswa laki-laki kelas VIII SMP Negeri 28 Surabaya dengan jumlah 131 siswa. Sampel penelitian diambil dengan teknik purposive sampling. Purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan karena beberapa pertimbangan (Arikunto, 2006: 140), untuk pertimbangan-pertimbangan dasar penelitian ini peneliti mempertimbangkan: karena secara garis besar pembagian kelas VIII di SMP Negeri 28 Surabaya dibagi secara merata berdasarkan akademik siswa. Dari 10 kelas yang ada peneliti menggunakan 2 kelas dimana hanya siswa laki-laki yang digunakan sebagai sampel yaitu terdiri dari kelompok kontrol (VIII-A) terdiri dari 13 siswa, dan kelompok eksperimen (dan VIII-B) terdiri dari 18 siswa.

E.       Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2006: 160). Dalam penelitian ini tes yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan gerak siswa adalah tes Barrow Motor Ability Test dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan gerak (Motor Ability) yang dicapai siswa SMP Negeri 28 Surabaya. Johnson dan Nelson (dalam Nurhasan, 2003: 2.13) mengemukakan mengenai tes ini terdiri dari beberapa jenis butir tes yang mengukur aspek kecepatan, daya, kelincahan, koordinasi mata dan tangan, serta keseimbangan. Disamping itu ada juga yang mengukur mengenai aspek kekuatan dan daya tahan. Bentuk tes dan pengukuran ini merupakan rangkaian Barrow Motor Ability Test untuk siswa laki-laki sekolah menengah pertama, sekolah menengah umum dan mahasiswa laki-laki. Selain itu juga digunakan gelas ukur untuk mengukur jumlah larutan glukosa yang akan diberikan.
Adapun rangkaian tes Barrow Motor Ability terdiri dari aspek :
6.         Kecepatan
Kecepatan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk bergerak sangat cepat atau sesingkat mungkin (Sapto, 2010: 24).
Pada dasarnya kecepatan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kecepatan sprint (sprinting of speed), kecepatan reaksi (reaction of speed) dan kecepataan bergerak (reaction of movement). Kecepatan juga seperti kemampuan biomotorik lain, dapat dikembangkan menjadi beberapa tipe atau macam. Bisa berarti seluruh badan bergerak, dan kecepatan maksimal seperti dalam sprint.
Dalam penelitian ini aspek kecepatan yang diambil dengan pengukuran lari 60 meter. Tes lari 60 Meter merupakan salah satu bentuk tes dari aspek kecepatan, sedangkan norma yang digunakan diambil dari buku Departemen Pendidikan Nasional Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi (1999: 28) berdasarkan hasil penelitian terakhir.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya untuk menempuh suatu jarak waktu yang cepat.

7.         Daya Ledak  (Power)

Daya ledak atau yang lazim dikenal dengan istilah power adalah kemampuan otot untuk menghasilkan kekuatan maksimal dalam waktu yang sesingkat-singkatnya  (Harsono dalam Sapto, 2010: 32). Sedang Bompa (dalam Sapto, 2010: 32) membagi power menjadi dua macam, yaitu : Power siklis adalah suatu gerakan cepat dan kuat yang dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang sama, misalnya gerakan berlari, berenang, balap sepeda, sepatu roda. Sedangkan power asiklis adalah suatu gerakan yang kuat dan cepat seperti, melempar, melompat, meloncat, memukul, menendang dan semua jenias olahraga yang memerlukan tolakan seperti basket, bulutangkis, bola voli.
 Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa daya ledak atau power adalah tenaga yang dapat dipergunakan untuk memindahkan berat badan atau beban dalam waktu tertentu seperti : meloncat dan melompat. Pada penelitian ini pengukuran yang digunakan adalah Standing Broad Jump dengan menggunakan norma tes dari penelitian yang terbaru yaitu Harsuki (2003: 338).
8.         Kelincahan
Istilah kelincahan sering disama artikan dengan kemampuan koordinasi dari gerakan-gerakan, keterampilan, kemampuan gerak tipu atau ketangkasan. Kelincahan atau agility merupakan kualitas yang sangat sederhana ini melibatkan hubungan dengan kualitas-kualitas komponen fisik yang lain seperti kecepatan reaksi, kecepatan, kekuatan, kelenturan, keterampilan gerak, dan lain-lain yang beraktivitas secara bersama-sama.
Pengertian kelincahan atau agility adalah kemampuan untuk mengubah arah yang secara tiba-tiba dalam kecepatan tinggi (Soekarman dalam Sapto, 2010: 28), kelincahan sangat penting fungsinya untuk meningkatkan pergerakan seseorang dalam beraktivitas. Dalam penelitian ini pengukurannya dengan menggunakan tes shutle run atau lari bolak balik sejauh 40 meter karena dilakukan berlari sepanjang 10 meter sebayak 4 kali bolak-balik. Sedang norma yang dipakai menggunakan Kemenegpora (2005: 30).
9.         Koordinasi Mata Tangan
Dalam kehidupan manusia aktivitas yang dilakukan pada umumnya merupakan rangkaian gerak dari bagian / anggota tubuh yang satu dan lainnya. Rangkaian gerak tersebut bisa masih bersifat kaku (kasar) sampai yang bersikap halus dan lancar. Hal tersebut bisa terjadi karena ada koordinasi antar bagian / organ yang terlibat dalam suatu tugas gerak.
Siswa dengan koordinasi yang masih belum memiliki tingkat koordinasi masih rendah, akan menampilkan gerak-gerak yang kaku dan tersendat-sendat. Adapun siswa dengan koordinasi yang tinggi (matang) akan mampu menampilkan gerakan-gerakan yang lancar, luwes, dan nampak harmonis.
Di dalam koordinasi, antar bagian yang terlibat dalam suatu tugas gerak akan berfungsi pada waktu dan urutan yang tepat (Singer dalam Edwin, 2010: 14). Demikian pula kemampuan gerak siswa dalam pembelajaran penjasorkes, selalu melibatkan peran koordinasi dari bagian atau anggota badan yang diperlukan dalam suatu tugas gerak. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya dan sebagai dasar setiap siswa untuk memiliki tingkat koordinasi yang tinggi. Sehingga dapat disinpulkan dengan koordinasi yang tinggi siswa akan menampilkan keefektifan gerakan dan efisiensi.
Dalam pembelajaran penjasorkes setiap aktivitas geraknya ada yang melibatkan peran koordinasi, lebih-lebih koordinasi aksi mata-tangan. Hal tersebut mata memainkan peran sangat besar. Dari informasi yang diterima oleh mata selanjutnya siswa bergerak untuk menentukan gerakan selanjutnya. Gerakan tersebut hampir tidak ada jarak waktu dengan saat mata menangkap informasi tentang respon yang datang.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa kemampuan gerak dalam pembelajaran penjasorkes, koordinasi mata-tangan mempunyai peranan sangat penting. Namun dalam proses belajar mengajar siswa tidak hanya cukup mengandalkan koordinasi mata-tangan saja. Siswa juga perlu koordinasi yang baik antara anggota badan yang lain, agar setiap gerakan yang dilakukan akan berhasil dengan baik. Dalam penelitian ini untuk tes koordinasi mata tangan menggunakan alat ukur Drawing Mirror.
Tes Drawing Mirror merupakan salah satu bentuk tes dari aspek koordinasi mata dan tangan, koordinasi merupakan harmonisasi keterhubungan fungsi antar beberapa elemen gerak. Sedangkan untuk normanya digunakan pada penelitian terakhir yang dilakukan oleh saudara Edwin Wahyu Dirgantoro mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya angkatan 2007.
10.     Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan sikap dan posisi tubuh pada bidang tumpuan pada saat berdiri atau pada saat melakukan gerakan. Sedangkan Nurhasan (2000) membagi keseimbangan menjadi 2 (dua) type yaitu : keseimbangan statis dan keseimbangan dinamis.
Unsur keseimbangan ini sangat menonjol dalam kegiatan-kegiatan berjalan, berdiri dan berbagai jenis aktivitas olahraga. Dalam penelitian ini pengukuran keseimbangan dengan menggunakan alat tes Balance Beam dari Takei dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan siswa untuk mempertahankan sikap dan posisi tubuh pada bidang tumpuan pada saat berdiri. Sedang norma yang dipakai menggunakan Kemenegpora (2005 : 12).
Selain butir-butir tes pengukuran tersebut, peneliti juga menggunakan alat tes tambahan dan sarana prasana sebagai pendukung berlangsungnya proses pengambilan data. Adapun alat-alat dan sarana prasarana pendukung lainnya sebagai berikut :
1.         Lapangan
2.         Matras
3.         Pita pengukur/meteran
4.         Stopwatch
5.         Peluit
6.         Alat tulis

F.       Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan jadwal pembelajaran pendidikan jasmani pada siswa SMP Negeri  28 Surabaya. Penelitian ini dilakukan selama satu bulan, mulai tanggal 25 Maret - 25 April 2011. Untuk memperoleh data yang diperlukan pada penelitian ini dilakukan 2 kali pretest dan post test dalam pengambilan data dilakukan beberapa tahap yaitu:
1.    Pretest
a.       Sampel melakukan persiapan. Persiapan yang dilakukan diantaranya adalah melakukan peregangan serta pemanasan selama 15 menit.
b.      Setelah melakukan peregangan dan pemnasan sampel melakukan tes kemampuan gerak (Motor ability) tanpa mengkonsumsi larutan glukosa.
c.       Kemudian hasil yang didapat di catat.

2.    Post test
a.       Sampel melakukan persiapan. Persiapan yang dilakukan diantaranya adalah melakukan peregangan serta pemanasan selama 15 menit.
b.      Setelah melakukan peregangan dan pemnasan sampel diberi perlakuan dengan mengkonsumsi larutan glukosa 5% sebanyak 250 ml dengan selang waktu minimal 15 menit sebelum melakukan tes kemampuan gerak (Motor Ability).
            Cairan harus dikosongkan dari perut sebelum diserap oleh usus, beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain adalah:
1.      Minum air dingin (kurang lebih 5 derajat C) akan mempengaruhi kecepatan penyerapan lebih cepat dari pada minum air yang tidak dingin.
2.      Minum kurang lebih 250 ml dalam kurang lebih 15 menit air akan sudah terserap. Kelebihan minum akan menyebabkan perut merasa penuh dan latihan terasa terganggu (Lutan, dkk. 2000: 66).

c.       Kemudian sampel yang diberi perlakuan melakukan tes kemampuan gerak (Motor Ability) kemudian dicatat semua hasil dari tes tersebut.

G.      Teknik Pengumpula Data
Sebelum pengumpulan data, langkah yang dilakukan adlah sebagai berikut:
1.      Mendata jumlah sampel
2.      Menyusun acara kegiatan dan pembagian tugas bagi anggota penelitian
3.      Memberikan penjelasan kepada sampel tentang hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan 1 hari sebelum tes.
4.      Memberikan penjelasan kepada sampel tentang tes yang akan dilaksanakan.
5.      Menyiapkan larutan glukosa 5% sebanyak 250 ml (cairan infus) yang akan diberikan kepada sampel.
Setelah lanhkah tersebut, kemudian dilakukan pengumpulan data sebagai berikut:
a.    Kemudian sampel melakukan tes kemampuan gerak (Motor Ability).
b.      Mencatat semua hasil dari tes kemampuan gerak (Motor Ability) tersebut.
     Berikut merupakan teknik cara pengambilan data dari setiap tes :
1.      Lari 60 Meter
Tujuan                     : Mengukur kecepatan.
Alat/perlengkapan : Stopwatch, lintasan yang berjarak 60 meter.
Pelaksanaan             : Subjek lari secepat mungkin, dengan menempuh
   jarak 60 m. Subjek diberi kesempatan tes uji   hanya satu kali.
Skor                      : Waktu dari mulai aba-aba “ya” sampai subjek
                                                tersebut melewati garis finis. Waktu dicatat
                                                sampai 1/10 detik.



Gambar 3.1
60 Meter


Tabel 3.1
Norma 60 Meter untuk Putra

Kategori
Skor
Baik Sekali
  Kurang dari dari 7.4”
Baik
7.3” – 8.3”
Cukup
8.4” – 9.6”
Kurang
9.7” – 11.0”
Kurang Sekali
lebih dari 11.1”

(Departemen Pendidikan Nasional Pusat Kesegaran    
Jasmani dan Rekreasi, 1999: 28)

3.         Standing Broad Jump
Tujuan           :   Mengukur komponen power otot tungkai.
Alat/fasilitas  :   Pita ukuran, bak pasir/matras, bendera juri.  
Pelaksanaan  :   Subjek coba berdiri pada papan tolak dengan lutut diteku sampai   membentuk sudut 45 derajat.  Kedua lengan lurus kebelakang, kemudian subjek mencoba menolak kedepan dengan kedua kaki sekuat-kuatnya dan mendarat dengan kedua kaki. Subjek mencoba menolak dengan 3 (tiga) kali percobaan.
Skor              :  Jarak lompatan terbaik  yang diukur mulai dari dalam
                                     papan tolak  sampai batas tumpuan kaki/badan yang
      terdekat dengan papan tolak dari 3 kali percobaan.


 
Gambar 3.2
        Standing Broad Jump

Tabel 3.2
Norma Standing Broad Jump untuk Putra

Kategori
Skor
Baik Sekali
3.15 – 2.80
Baik
2.79 – 2.54
Cukup
2.53 – 2.20
Kurang
2.19 – 1.90
Kurang Sekali
Kurang dari 1.89

(Harsuki, 2003: 338)

4.         Shuttle Run
Tujuan           : Mengukur kelincahan bergerak seseorang.
Alat/fasilitas  : Stopwatch dan garis lintasan.
Pelaksanaan  : Pada aba-aba “bersedia” subjek berdiri dibelakang garis                     start yang berada di garis tengah lapangan 10 meter. Pada aba-aba “siap” subjek lari dengan posisi start berdiri. Dipandu dengan aba-aba “ya” maka: 1) stopwach di on kan atau dihidupkan, 2) subjek segera berlari menuju garis kedua (5 meter) dan setelah kedua kaki melewati garis kedua segera berbalik dan menuju garis pertama (10 meter). Subjek berlari dari garis pertama menuju garis kedua (10 meter) dan kembali ke garis pertama (10 meter). Dari garis pertama subjek berlari ke garis tengah untuk finish. Setelah kaki subjek melewati garis tengah (finish), pencatat menghentikan catatan waktunya.
Skor         : Catat waktu yang digunakan untuk menentukan norma   kelincahan dihitung sampai persepuluh detik (0,1) atau seperseratus (0,01).

Gambar 3.3
Shuttle Run

Tabel 3.3
Norma Shuttle Run untuk Putra

Kategori
Skor
Baik Sekali
Ke bawah 12.10
Baik
12.11 – 13.53
Cukup
13.54 – 14.96
Kurang
14.97 – 16.39
Kurang Sekali
16.40 – ke atas
(Kemenegpora, 2005 : 30)


5.         Drawing Mirror
Tujuan               : Mengukur koordinasi mata dan tangan.
Alat/fasilitas   : Alat tes koordinasi Mata tangan (Mirror Drawing),                 stopwatch.
  Pelaksanaan   : Subjek duduk menghadap alat tes tersebut, subjek          diintruksikan untuk mengikuti atau menelusuri garis atau trace dari bentuk atau gambar yang ada. Menggunakan stylus dengan cara melihat bentuk gambar tersebut melalui cermin atau pantulan dicermin, setiap kali subjek gagal melakukan tracing atau penelusuran gambar tersebut counter atau mesin penghitung akan menyala.
Skor                  : Jumlah kesalahan subjek akan tampil di layar counter pada saat subjek selesai melakukan penelusuran.

Gambar 3.4
 DrawingMirror





Tabel 3.4
Norma Drawing Mirror untuk Putra

Grade
Time
  Number of Eror
Istimewa
      Ke bawah1’32”
0 – 29
Baik Sekali
1’33”- 3’13”
30 – 50
       Baik
3’14” – 4’52”
51 – 71
      Cukup
4’53” – 6’32”
72 – 92
Kurang
      6’32” – 8’11”
93 ke atas
Kurang Sekali
      8’12” – ke atas
 -
(Edwin, 2010 : 22)

6.         Balance Beam
Tujuan                 :  Mengukur keseimbangan statis.
Alat/fasilitas      :  Stopwacth.
Pelaksanaan        : Subjek berdiri dengan satu kaki yang dianggap dominan, misalnya kaki kanan atau kaki kiri bagi yang kidal, dengan posisi tumit diangkat (jinjit). Sementara itu kaki yang lain ditempatkan pada sisi kaki tumpu. Kedua tangan bertolak pinggang dan pandangan lurus ke depan, subjek menjaga posisi tersebut selama mungkin tanpa boleh berubah apalagi terjatuh.
Skor                       : Skor diperoleh berdasarkan catatan waktu dalam  detik, dihitung mulai subjek mengangkat tumit hingga gagal dilakukan. Subjek diberi kesempatan sebanyak 3 kali, dan skor di ambil berdasarkan catatan waktu terbaik.
               
           
Gambar 3.5
Balance Beam


Tabel 3.5
Norma Balance Beam untuk Putra

Norma
Skor
Baik Sekali
51 ke atas
Baik
   37 – 50
Cukup
   15 – 36
Kurang
               5 – 13
Kurang Sekali
0 – 4
(Kemenegpora RI, 2005 : 12)

H.      Teknis Analisis Data
Data pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan Statistical Program For Social Science (SPSS) for windows evaluations 17.0. Guna menginginkan hasil analisis yang tepat dan signifikan. Pada analisis ini dilakukan 2 uji yang terdiri dari uji diskriptif dan uji analitik. Uji diskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik variabel itu sendiri, sedangkan uji analitik digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel. Pada uji diskriptif terdiri dari mean, median, standar deviasi, nilai minimal-maksimal dan karakteristik lainnya. Untuk uji analitik digunakan uji t guna mengetahui beda antar variabel pada penelitian ini (variabel independen maupun variabel dependen). Karena terdapat perbedaan nilai pengukuran diantara 5 butir  tes untuk mengetahui kemampuan gerak siswa, maka peneliti menggunakan rumus  mean (rerata), persentase dan T-skor  sebagai berikut:
1.    Uji Deskriptif
a.    Mean (Maksum, 2009: 16)
M =

      

Keterangan:
M                           : Mean
SX                          : Jumlah total nilai dalam distribusi
N                            : Jumlah individu

b.   Median
Me = B+  i

 



Keterangan:
Me       : Median
B  : Batas bawah yang mengandung median
N  : Jumlah (frekuensi) individu dalam distribusi
fk :Frek.komulatif di bawah interval yang mengandung median
i    : lebar interval
f   : frekuensi yang mengandung median

c.   
SD =

Standart Deviasi (Maksum, 2007: 27-29)


Keterangan :
SD : Standart deviasi
Sd2: Jumlah kuadrat deviasi
N   : Jumlah individu

d.  
S =
Varian



     Kriteria :    p value > α = tidak ada beda
                        p value ≤ α = ada beda 

2.    Uji Analitik
d.   Uji normalitas ( Menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test serta dikonsultasikan pada nilai Skewness dan Standart Error).
Kriteria pengujian :
p value > α = normal
p value < α = tidak normal     

e.   
t =
Uji T (untuk sampel yang berbeda)

Keterangan :
= Mean pada distribusi sampel 1
= Mean pada distribusi sampel 2
= Nilai varian pada distribusi sampel 1
= Nilai varian pada distribusi sampel 2
= Jumlah individu pada sampel 1
= Jumlah individu pada sampel 2

Setelah hasil yang berupa angka-angka tersebut diperoleh, selanjutnya diolah untuk mendapatkan hasil berupa gambaran tentang kemampuan gerak siswa  SMP Negeri 28 Surabaya kemudian peneliti mengevaluasi bagaimana hasil kemampuan gerak tersebut berdasar setiap item tes, tapi untuk mendapatkan skor keseluruhan dari tes kemampuan gerak (Motor Ability) dari kelima ters tersebut maka peneliti melakukan perhitungan dengan menggunakan T-skor.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas tentang deskripsi data dan hasil pengujian hipotesis. Deskripsi data menyangkut bahasan tentang rata-rata.
1.         Lari 60 Meter
Hasil tes pengukuran kecepatan pada siswa kelas VIII SMPN 28 Surabaya sebagai berikut :
A.    Hasil pre- test
a.    Hasil tertinggi pre test dengan kategori kurang diperoleh MR dengan nilai 9.11 detik.
b.    Hasil terendah dengan kategori kurang sekali diperoleh FP dengan nilai 15.74 detik.
c.    Nilai rata-rata hasil keseluruhan tes dan pengukuran 11.18 detik dengan kategori kurang sekali.

B.     Hasil post- test
a.       Hasil tertinggi post test dengan kategori kurang diperoleh MR dengan nilai 8.93 detik.
b.      Hasil terendah dengan kategori kurang sekali diperoleh FP dengan nilai 15.22 detik.
c.       Nilai rata-rata hasil keseluruhan tes dan pengukuran 10.64 detik dengan kategori kurang sekali.



2.         Standing Broad Jump
A.    Hasil pre test
a.    Hasil tertinggi pre test dengan kategori cukup diperoleh RR dengan nilai 2.20 m.
b.    Hasil terendah dengan kategori kurang sekali diperoleh SB dengan nilai 1.32 m.
c.    Nilai rata-rata hasil keseluruhan tes dan pengukuran 1.78 m dengan kategori kurang sekali.
B.     Hasil post test
a.       Hasil tertinggi post test dengan kategori cukup diperoleh RR dengan nilai 1.96 m.
b.      Hasil terendah dengan kategori kurang sekali diperoleh SB dengan nilai 1.21 m.
c.       Nilai rata-rata hasil keseluruhan tes dan pengukuran 1.60 m dengan kategori kurang sekali.
3.         Shuttle Run
A.    Hasil pre test
a.    Hasil tertinggi dengan kategori baik sekali diperoleh RR dengan nilai 8.22 detik.
b.    Hasil terendah dengan kategori kurang sekali diperoleh KM dengan nilai 15.46 detik.
c.    Nilai rata-rata hasil keseluruhan tes dan pengukuran 12.75 detik dengan kategori baik.



B.     Hasil post test
a.       Hasil tertinggi dengan kategori baik sekali diperoleh RR dengan nilai  9.51 detik.
b.      Hasil terendah dengan kategori kurang sekali diperoleh KM dengan nilai 14.94 detik.
c.       Nilai rata-rata hasil keseluruhan tes dan pengukuran 11.72 detik dengan kategori baik sekali.

4.         Drawing Mirror
Untuk perolehan tes Drawing Mirror tidak bisa dimunculkan dengan data statistik deskriptifnya karena skalanya bukan rasio atau interval tapi ordinal yang hasil akhirnya berupa kategori.

5.         Balance Beam
A.    Hasil pre test
a.    Hasil tertinggi dengan kategori kurang diperoleh FT, YA, AP, DPS, RN, RAR, RR dengan nilai 6 detik.
b.    Hasil terendah dengan kategori kurang sekali diperoleh BD, BS, MF, IS, JS dengan nilai 2 detik.
c.    Nilai rata-rata hasil keseluruhan tes dan pengukuran 3.90 detik dengan kategori kurang sekali.
B.     Hasil post test
a.       Hasil tertinggi dengan kategori kurang diperoleh FT, YA, AP, DPS, RN, RAR, RR dengan nilai 9 detik.
b.      Hasil terendah dengan kategori kurang sekali diperoleh BD, BS, MF, IS, JS dengan nilai 2 detik.
c.       Nilai rata-rata hasil keseluruhan tes dan pengukuran 5.23 detik dengan kategori kurang.

A.      Pembahasan
Dari penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti maka dapat diketahui kemampuan gerak siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Surabaya dengan persentase sebagai berikut:
1.    Tes Lari 60 Meter
Tabel 4.2
Hasil Persentase Pre-Test 60 Meter

Kategori
Jumlah Subjek
Persentase
Baik sekali
-
-
Baik
-
-
Cukup
3
9.7 %
Kurang
14
45.2 %
Kurang sekali
14
45.2 %

Tabel 4.3
Hasil Persentase Post-Test 60 Meter

Kategori
Jumlah Subjek
Persentase
Baik sekali
-
-
Baik
-
-
Cukup
7
22.58 %
Kurang
14
45.16 %
Kurang sekali
10
32.26 %
Untuk perolehan tingkat kecepatan siswa SMP Negeri 28 Surabaya perlu ditingkatkan lagi,  karena kecepatan tidak hanya dibutuhkan untuk berlari tetapi pada dasarnya kecepatan dapat dipergunakan dalam segala bentuk aktifitas seperti dalam menyelesaikan tugas, baik pekerjaan harian maupun tugas-tugas belajar sebagai siswa. Aspek kecepatan juga menyangkut tentang kemampuan untuk melakukan gerakan dengan waktu sesingkat-singkatnya karena kekuatan otot yang sudah siap melakukan kontraksi secara cepat dan melakukan kerja cepat. Dengan perolehan pre-test 9.7 % yang dicapai siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Surabaya dalam kategori cukup,  45.2 % dalam kategori kurang dan 45.2 % dengan kategori kurang sekali. Sedangkan dalam perolehan post-test 22.58 % dengan kategori cukup, 45.16 % dalam kategori kurang dan 32.26 % dalam kategori kurang sekali. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa siswa tidak ada yang mempunyai kecepatan yang baik ataupun baik sekali, akan tetapi pada post-test ada perubahan yang terjadi. Hal ini dikarenakan pada saat post-test siswa diberi perlakuan. Dari hasil tes kecepatan dengan lari 60 meter sangat minim sekali untuk siswa bisa melakukan kegiatan dengan optimal untuk itu perlu adanya peningkatan yang merupakan tugas guru penjasorkes dengan modifikasi permainan sehingga kemampuan kecepatan siswanya mencapai kondisi baik. Pada kategori baik sekali, dan kategori baik sama sekali tidak ada siswa yang mendapatkan kategori tersebut, hal ini dikarenakan aspek kecepatan siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Surabaya masih kurang maksimal  mungkin ini berkaitan dengan  materi yang disampaikan guru masih menoton sehingga siswa kurang tertarik dan kurang memahami selain hal tersebut guru cenderung kurang memberikan umpan balik secara langsung terhadap tugas gerak yang diberikan kepada siswa. Hal ini berakibat terhadap kemampuan kecepatan siswa, padahal aspek tersebut sangat penting untuk menunjang kebugaran siswa dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
2.    Tes Standing Broad Jump
Tabel 4.3
Hasil Persentase Persentase Pre-Test Standing Broad Jump

Kategori
Jumlah Subjek
Persentase
Baik sekali
-
-
Baik
-
-
Cukup
1
3.2 %
Kurang
9
29.0 %
Kurang sekali
21
67.7 %

Tabel 4.3
Hasil Persentase Persentase Post-Test Standing Broad Jump

Kategori
Jumlah Subjek
Persentase
Baik sekali
-
-
Baik
-
-
Cukup
-
-
Kurang
1
3.23%
Kurang sekali
30
96.77 %

Dalam perolehan pre-test 3.2 % dengan kategori cukup, 29.0 % dalam kategori kurang, Sedangkan 67.7 % dengan kategori kurang sekali sangat minim bagi siswa SMP Negeri 28 Surabaya mempunyai kekuatan otot tungkai seperti hal yang disebutkan di atas. Sedangkan dalam perolehan post-test dalam kategori kurang 3.23 % dan kategori kurang sekali 96.77 %. Adanya penurunan yang signifikan  hal ini disebabkan karena terjadi kelelahan otot akibat test sebelunnya. Tugas guru penjasorkes bagaimana menjadikan pembelajaran sebagai sarana belajar dan bermain agar kekuatan otot tungkai siswa menjadi lebih maksimal dan siswa tidak mudah letih, tenang dan sabar sehingga memperoleh hasil belajar yang lebih baik pula. Dapat dimungkinkan hal ini terjadi karena siswa SMP Negeri 28 Surabaya masih minim sarana dan prasarana pendidikan jasmani yang dimiliki sekolah, khususnya bak lompat/bak pasir untuk lompat jauh atau matras sebagai alat modifikasinya, sehingga menuntut guru untuk lebih kreatif dalam memberdayakan serta mengoptimalkan penggunaan sarana dan prasarana yang ada. Karena pada dasarnya guru pendidikan jasmani yang kreatif akan mampu menciptakan sesuatu yang baru, atau memodifikasi yang sudah ada disajikan dengan cara yang menarik, sehingga siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Surabaya akan merasa senang mengikuti pelajaran penjasorkes yang diberikan.
3.    Tes Shuttle Run
Tabel 4.4
Hasil Persentase Pre-Test Shuttle Run

Kategori
Jumlah Subjek
Persentase
Baik sekali
4
12.9 %
Baik
16
51.6 %
Cukup
8
25.8 %
Kurang
2
6.5 %
Kurang sekali
1
3.2 %

Tabel 4.4
Hasil Persentase Post-Test Shuttle Run

Kategori
Jumlah Subjek
Persentase
Baik sekali
21
67.74 %
Baik
7
22.58 %
Cukup
3
9.68  %
Kurang
-
-
Kurang sekali
-
-

Kelincahan bagi siswa sangat penting karena kelincahan merupakan kemampuan tubuh untuk mengubah arah secara tepat tanpa adanya gangguan keseimbangan atau kehilangan keseimbangan dan merupakan salah satu komponen kesegaran jasmani. Dengan hasil pre-test yang dicapai siswa SMP Negeri 28 Surabaya Sekitar 25.8 % dengan kategori cukup, 6.5 % dengan kategori kurang, 3.2 % dengan kategori kurang sekali, 51.6 % dengan kategori baik dan 12.9 % dengan kategori baik sekali, sedangkan perolehan post-test 9.68 % dengan kategori cukup, 22.58 % dengan kategori baik dan 67.74 % dengan kategori baik sekali tinggal bagaimana cara mempertahankannya. Dapat dilihat bahwa siswa mempunyai kenaikan yang signifikan dalam tes kelincahan dalam kategori baik atau pun baik sekali, Hal ini dikarenakan pada saat post-test siswa diberi perlakuan. Guru bertugas bagaimana mempertahankan dan mengembangkan tugas gerak siswa dengan modifikasi pembelajaran yang efektif dan menyenangkan yaitu merangkai pembelajaran dengan modifikasi seperti lari zig-zag, modifikasi lari rintangan, drible sepak bola dan lain-lain. Ini diharapkan agar siswa mencapai kelincahan yang optimal sehingga kemampuan gerak mencapai kategori baik sekali.

4.                  Tes Drawing Mirror
Tabel 4.5
Hasil persentase Pre-Test Drawing Mirror

Kategori
Jumlah Subjek
Persentase
Istimewa
20
64.5 %
Baik sekali
10
32.3 %
Baik
-
-
Cukup
-
-
Kurang
1
3.2 %
Kurang sekali
-
-


Tabel 4.5
Hasil persentase Post-Test Drawing Mirror

Kategori
Jumlah Subjek
Persentase
Istimewa
21
67.74 %
Baik sekali
10
32.26 %
Baik
-
-
Cukup
-
-
Kurang
-
-
Kurang sekali
-
-

Koordinasi mata dan tangan bagi seorang siswa sangatlah diperlukan berhubung akibat aktifitasnya yang hampir selalu berubah setiap jamnya karena pelajaran-pelajaran yang mereka ikuti selalu berbeda. Dengan hasil yang dicapai siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Surabaya sekitar 3.2 % dengan kategori kurang sangat perlu ditingkatkan lagi. Sedangkan 32.3 % dengan kategori baik sekali perlu dipertahankan dan 64.5 % dengan kategori istimewa.  Dari hasil post-test 67.74 % dengan kategori istimewa dan 32.26 % dengan kategori baik sekali. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa siswa mempunyai koordinasi mata dan tangan yang  sangat baik, ada peningkatan pada post-test hal ini dikarenakan siswa diberi perlakuan. Tinggal bagaimana cara mempertahankan sehingga semua siswa mempunyai kondisi koordinasi mata dan tangan yang optimal seperti halnya kelincahan agar memiliki kemampuan gerak  mencapai kategori baik sekali perlu adanya peran aktif dari guru untuk pembelajaran modifikasi yang mengena terhadap aspek koordinasi mata dan tangan seperti permainan menelusuri jejak angka 8, memantulkan bola ke tembok dan lain-lain. Dengan adanya pembelajaran seperti ini siswa diharapkan termotivasi untuk lebih aktif sehingga bisa mencapai kategori istimewa.
5.    Tes Balance Beam
Tabel 4.6
Hasil Persentase Pre-Test Balance Beam

Kategori
Jumlah Subjek
Persentase
Baik sekali
-
-
Baik
-
-
Cukup
-
-
Kurang
11
35.5 %
Kurang sekali
20
64.5 %

Tabel 4.6
Hasil Persentase Post-Test Balance Beam

Kategori
Jumlah Subjek
Persentase
Baik sekali
-
-
Baik
-
-
Cukup
-
-
Kurang
24
 77.42 %
Kurang sekali
7
22.58 %

Keseimbangan merupakan kemampuan tubuh untuk mempertahankan posisi atau sikap tubuh secara tepat pada saat melakukan gerakan. Karena pada dasarnya keseimbangan sangat diperlukan untuk selalu dapat mempertahankan postur dan kondisi tubuh  bagi siswa baik pada saat berjalan, duduk atau tegak berdiri tanpa jatuh serta menentukan arah tujuan gerak yang dilakukan serta aktifitas fisik lainya dalam menyelesaikan tugas-tugas keseharian. Hasil yang dicapai siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Surabaya dalam pre-test sekitar 35.5 % dengan kategori kurang perlu ditingkatkan dan 64.5 % dengan kategori kurang sekali. Dengan perolehan post-test yang dicapai siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Surabaya dalam kategori kurang 77.42 % dan 22.58 % dengan kategori kurang sekali. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa siswa mempunyai keseimbangan yang kurang, akan tetapi pada post-test ada perubahan yang terjadi walaupun tidak signifikan. Hal ini dikarenakan pada saat post-test siswa diberi perlakuan. Sangat minim bagi siswa sehingga harus ditingkatkan lagi ini karena siswa yang kurang konsentrasi dan aspek keseimbangan tubuhnya belum terkontrol hal ini juga dikarenakan cara guru memberikan pembelajaran yang kurang efektif  dalam hal  penekanan materi pada aspek keseimbangan seperti berjalan dengan 1 kaki, berjalan dengan tampah di atas kepala, berjalan di atas balok titian dan lain-lain.



BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A.    Simpulan
Dari hasil penelitian dan deskiptifnya diketahui bahwa kemampuan gerak siswa Kelas VIII SMP Negeri 28 Surabaya masing-masing siswa berbeda antara yang satu dengan yang lain. Berdasarkan deskriptif dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan secara keseluruhan bahwa kemampuan gerak siswa kelas VIII SMP 28 Negeri Surabaya adalah sebagai berikut :
1.     Diketahui bahwa keadaan kecepatan dari hasil pre-test dengan tes 60 Meter siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Surabaya berada pada kondisi cukup 9.7 %, kondisi kurang 45.2 %, kondisi kurang sekali 45.2 % Dengan rata-rata 11.11 dengan kategori kurang sekali. Sedangkan dalam perolehan post-test 22.58 % dengan kategori cukup, 45.16 % dalam kategori kurang dan 32.26 % dalam kategori kurang sekali. Berdasarkan hasil pre-test dan post test dapat dilihat bahwa siswa tidak ada yang mempunyai kecepatan yang baik ataupun baik sekali, akan tetapi pada post-test ada perubahan yang terjadi. Hal ini dikarenakan pada saat post-test siswa diberi perlakuan.
2.     Diketahui bahwa keadaan  daya ledak otot tungkai dengan tes Standing Broad Jump siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Surabaya berada pada kondisi cukup 3.2 %, kondisi kurang 29.0 %, kondisi kurang sekali 67.7 %. Dengan rata-rata 1.78 dengan kategori kurang sekali. Sedangkan dalam perolehan post-test dalam kategori kurang 3.23 % dan kategori kurang sekali 96.77 %. Adanya penurunan yang signifikan  hal ini disebabkan karena terjadi kelelahan otot akibat test sebelunnya atau pemberian glukosa tidak ada pengaruhnya karena dalam Standing Broad Jump hanya menggunakan daya tahan otot lokal.
3.     Diketahui bahwa keadaan  kelincahan dengan tes Shuttle Run siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Surabaya berada pada kondisi baik sekali 12.9 %, kondisi baik 51.6 %, kondisi cukup 25.8 %, kondisi kurang 6.5 %, kondisi kurang sekali 3.2 %. Dengan rata-rata 13.17 dengan kategori cukup. Sedangkan perolehan post-test 9.68 % dengan kategori cukup, 22.58 % dengan kategori baik dan 67.74 % dengan kategori baik sekali tinggal bagaimana cara mempertahankannya. Dapat dilihat bahwa siswa mempunyai kenaikan yang signifikan dalam tes kelincahan dalam kategori baik atau pun baik sekali, Hal ini dikarenakan pada saat post-test siswa diberi perlakuan.
4.     Diketahui bahwa keadaan  koordinasi mata dan tangan dengan tes Drawing Mirror siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Surabaya berada pada kondisi Istimewa 64.5 %, kondisi  baik sekali 32.3 %, kondisi kurang 3.2 %. Dari hasil post-test 67.74 % dengan kategori istimewa dan 32.26 % dengan kategori baik sekali. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa siswa mempunyai koordinasi mata dan tangan yang  sangat baik, ada peningkatan pada post-test hal ini dikarenakan siswa diberi perlakuan. Karena tes Drawing Mirror tidak bisa dimunculkan dengan data statistik deskriptifnya  dehingga rata-rata juga tidak bisa dimunculkan.
5.     Diketahui bahwa keadaan keseimbangan dengan tes Balance Beam siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Surabaya berada pada kondisi kurang 35.5 %, kondisi kurang sekali 48.76 %. Dengan rata-rata 3.90 dengan kategori kurang sekali. Dengan perolehan post-test yang dicapai siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Surabaya dalam kategori kurang 77.42 % dan 22.58 % dengan kategori kurang sekali. Dapat dilihat bahwa siswa mempunyai keseimbangan yang kurang, akan tetapi pada post-test ada perubahan yang terjadi walaupun tidak signifikan. Hal ini dikarenakan pada saat post-test siswa diberi perlakuan.

B.    Saran
1.    Penelitian ini hanya berupa gambaran dari pengaruh pemberian glukosa terhadap siswa, jadi perlu adanya tindak lanjut yang membahas evaluasi terhadap pembelajaran penjasorkes SMP Negeri 28 Surabaya sehingga siswa akan mencapai kemampuan gerak yang optimal.
2.    Penelitian masih perlu adanya perbaikan dari pihak lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah norma tiap item tes dalam kemampuan gerak yang pada saat ini masih belum ada yang sesuai dengan gender dan usia, sehingga dalam penelitian selanjutnya perlu adanya pengkajian ulang sehingga hasilnya akan menjadi lebih baik.
3.    Bagi guru penjasorkes agar berupaya lebih keras lagi untuk merangkai pembelajaran semenarik dengan PAIKEM GEMBROT (pembelajaran, aktif, inovatif, kreatif, efektif, menyenangkan, gembira dan berbobot) sehingga tercipta nuansa  pembelajaran yang interaktif dan  tujuan dari pembelajaran penjasorkes itu sendiri dapat tercapai dengan optimal.

2 komentar:

  1. Kalau anak kecil banyak mendapatkan asupan glukosa apakah dia punya kecenderungan hiperaktif?

    BalasHapus
  2. hiperaktif tidak bisa hanya dilihat hanya dari asupan makanan saja, akan tetapi lebih kepada pola asuh dan juga lingkungan kakak

    BalasHapus